Rawa Pening

Alkisah ada seorang anak yang berbau amis tinggal di sebuah desa di jawa tengah. Saking baunya, penduduk desa tidak ada yang mau berdekatan dengan dia, bahkan mengusirnya bila si anak tersebut berada dekat - dekat mereka. Penduduk desa tersebut tidak tahu bahwa si anak adalah jelmaan seorang pertapa sakti yang bernama Baru Klinthing. Karena kesal dengan ulah penduduk yang menyia-nyiakannya, si Baru menancapkan lidi ke tanah dan menantang warga desa untuk mencabutnya. Penduduk desa beramai - ramai menerima tantangan dari si Baru, dan tak ada satupun yang berhasil mencabutnya. Akhirnya setelah dirasa semua gagal, Baru Klinthing mencabut sendiri lidi yang tadi dia tancapkan, dan dari bekas cabutan lidi tadi mengucurlah air dengan deras yang tidak dapat dibendung yang akhirnya menenggelamkan seluruh desa. Desa yang tenggelam tersebut sekarang ini terkenal dengan nama Rawa Pening.

Begitulah kira - kira legenda mengenai asal muasal terbentuknya Rawa Pening. Dulu waktu kecil saya sering berdebat dengan kakak mengenai kebenaran cerita dan nasib penduduk desa tersebut, hingga sampai ketakutan sendiri bila kampung saya mengalami nasib yg sama. Kakak saya yang gemar berbual bercerita pernah pergi ke tengah - tengah rawa dan melihat di bawah permukaan air nampak atap - atap rumah penduduk yang tenggelam hanya untuk menunjukkan bahwa legenda tersebut benar - benar ada. Dan saya pun semakin ketakutan membayangkannya. Tiap kali perjalanan dari semarang ke solo atau sebaliknya, saya selalu sempatkan diri melirik ke arah rawa pening yang berupa hamparan air keruh dan menyeramkan. Seiring waktu dan mulai beranjak besar, rawa pening sudah tidak menyeramkan lagi buat saya. Dulu semasa sekolah, rawa pening ini salah satu tempat tujuan madol karena banyak warung - warung di pinggiran, juga beberapa tempat wisata seperti muncul dan wisata kolam hangat lain yang saya lupa namanya.

Liburan kemarin saya sempatkan mengunjungi rawa pening kembali sekalian mencoba mainan baru bikinan Pak Dibyo Gahari. Terletak di Kabupaten Semarang antara kecamatan Ambarawa, Tuntang, Bawen dan Banyubiru, tampak Rawa Pening lebih bersahabat dan lebih indah dilihat sekarang ini, walaupun hamparan airnya sekarang mayoritas tertutup tanaman enceng gondok. Saya masuk dari arah jembatan Tuntang belok kanan menuju desa Banyubiru, dan berhenti di sebuah warung nasi yang ternyata juga menyewakan perahu untuk berkeliling rawa. Harga sewa perahu sangat murah yaitu Rp. 35.000,- dan bisa anda gunakan seharian. Dari dermaga di belakang warung pemandangan sungguh menentramkan hati, mungkin imaji seorang pelukis naturalis sekelas Basoeki Abdullah bisa tersalurkan sekali tempo di sini. Bagaimana tidak jika kita akan disuguhi jajaran gunung di selatan (Merbabu, Telomoyo dlsb), danau luas dengan hamparan enceng gondok, sawah hijau, beberapa perahu penduduk yang hilir mudik, kesibukan petani, pemancing yang semua bisa kita dapatkan pada satu tempat? saya hanya bisa berucap Subhanallah!

Dengan perahu sewaan tadi kita akan dibawa berkeliling rawa melihat kesibukan penduduk membasmi enceng gondok, juga kesibukan orang - orang yang mencari ikan ataupun udang melalui keramba - keramba dari bambu. Burung - burung walet dan kuntul tampak mempertegas keindahan alam rawa pening dengan tingkah mereka. Berikut adalah gambar yang berhasil saya abadikan.

PS: untuk lebih detail cerita mengenai Baru Klinthing silakan kunjungi http://ambarawa.multiply.com/journal/item/4